Perubahan iklim menjadi isu global yang semakin mendesak. Salah satu penyebab utamanya adalah emisi karbon dioksida (CO₂) yang terus meningkat akibat berbagai aktivitas manusia. Di tingkat global, Indonesia menempati posisi penting dalam diskusi pengendalian emisi karena kontribusinya yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara.
Menurut laporan dari Global Carbon Budget dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Indonesia telah menghasilkan sekitar 15,7 miliar ton karbon dioksida sejak tahun 1750 hingga 2022. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar di Asia Tenggara, dan berada di peringkat ke-20 dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi negara penting dalam penyimpanan karbon (melalui hutan tropisnya), tetapi juga dalam hal kontribusi emisi yang perlu dikendalikan secara strategis.
Sektor Penyumbang Emisi Karbon di Indonesia
Untuk memahami lebih dalam kondisi emisi karbon Indonesia saat ini, penting untuk melihat sektor-sektor yang menyumbang angka signifikan terhadap pelepasan gas rumah kaca. Berikut adalah beberapa sektor utama yang menjadi sumber emisi karbon:
Penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan angkutan umum berbasis bahan bakar fosil menjadi kontributor besar emisi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kemacetan lalu lintas juga memperburuk efisiensi bahan bakar, yang berdampak langsung pada peningkatan karbon.
Aktivitas rumah tangga seperti penggunaan listrik, LPG, dan limbah domestik berkontribusi terhadap emisi karbon secara signifikan. Meskipun terlihat kecil secara individu, skala nasional menciptakan dampak yang besar.
Sektor industri memproduksi emisi karbon melalui pembakaran bahan bakar fosil, proses manufaktur, dan limbah industri. Industri seperti semen, baja, dan tekstil adalah contoh sektor dengan intensitas emisi tinggi.
Konsumsi energi nasional masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, khususnya batubara, yang menjadi penyumbang terbesar dalam pembangkitan listrik nasional. Penggunaan batubara dalam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menyumbang porsi terbesar dalam total emisi karbon nasional.
Praktik pertanian konvensional, terutama penggunaan pupuk kimia dan sistem pembakaran lahan, menghasilkan gas rumah kaca seperti CO₂, metana, dan dinitrogen oksida (N₂O). Pertanian juga seringkali terkait dengan perubahan penggunaan lahan, yang memperburuk dampak lingkungan.
Perubahan fungsi hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan atau permukiman, serta kebakaran hutan menjadi penyumbang emisi yang signifikan. Sektor ini tidak hanya melepaskan karbon dari vegetasi yang terbakar, tapi juga mengurangi kapasitas alam menyerap CO₂.
Walaupun kontribusinya relatif kecil, sektor jasa seperti perkantoran, perdagangan, dan layanan publik tetap menyumbang emisi, terutama dari konsumsi listrik dan transportasi.
Tantangan Indonesia dalam Menurunkan Emisi Karbon
Upaya pengurangan emisi karbon di Indonesia menghadapi berbagai kendala yang cukup kompleks. Berikut beberapa tantangan utama yang perlu mendapat perhatian serius:
Sebagian besar pasokan listrik Indonesia masih berasal dari PLTU berbahan bakar batubara, yang merupakan sumber emisi karbon terbesar. Peralihan ke energi bersih masih dalam tahap awal dan membutuhkan strategi transisi yang kuat.
Perubahan penggunaan lahan seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian atau permukiman menyebabkan emisi karbon dalam jumlah besar, serta mengurangi kapasitas penyerapan karbon alami.
Sebagian masyarakat dan pelaku usaha masih belum menyadari pentingnya mengurangi jejak karbon. Kurangnya informasi dan edukasi menjadi penghambat dalam penerapan praktik ramah lingkungan secara luas.
Teknologi bersih dan infrastruktur energi terbarukan membutuhkan investasi besar. Sayangnya, Indonesia masih belum memiliki ekosistem pendanaan hijau yang kuat untuk mendorong inovasi dan akselerasi transisi energi.
Upaya Indonesia dalam Mengurangi Emisi Karbon
Walaupun menghadapi banyak tantangan, Indonesia telah melakukan berbagai langkah konkret dalam menurunkan emisi karbon, baik melalui regulasi, kebijakan nasional, hingga partisipasi internasional. Upaya-upaya tersebut juga berkaitan erat dengan implementasi nilai-nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) di berbagai sektor.
Indonesia telah memperbaharui komitmennya melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC). Target ini bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan dengan atau tanpa dukungan internasional. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memenuhi target Perjanjian Paris.
Pemerintah telah mulai menerapkan Carbon Pricing atau penetapan nilai ekonomi karbon sebagai instrumen untuk menginternalisasi biaya lingkungan ke dalam perencanaan ekonomi. Ini termasuk perdagangan karbon (carbon trading) dan pajak karbon (carbon tax) yang akan mendorong sektor industri beralih ke energi bersih.
Beberapa proyek pembangkit energi terbarukan telah dikembangkan, seperti PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), PLTB (Tenaga Bayu), dan PLTA (Tenaga Air). Inisiatif ini akan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan memperkuat aspek Environmental dalam ESG.
Pemerintah dan pelaku industri terus didorong untuk melakukan efisiensi energi dan produksi yang rendah emisi, baik melalui penggunaan teknologi rendah karbon, manajemen limbah yang lebih baik, maupun adopsi praktik produksi bersih.
ESG Sebagai Kerangka Penting dalam Pengurangan Emisi
Dalam konteks pengurangan emisi karbon, ESG bukan sekadar jargon korporasi. Ia menjadi kerangka kerja nyata untuk mendesain ulang strategi perusahaan agar tidak hanya mengejar profit, tetapi juga berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan prinsip ESG dalam operasional mereka, terbukti lebih tangguh dalam menghadapi regulasi baru, lebih dipercaya oleh investor, dan lebih diminati konsumen yang peduli lingkungan.
Penutup: Mewujudkan Indonesia Rendah Emisi dengan Pendekatan ESG
Dengan segala potensi dan tantangannya, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara berkembang yang memimpin transisi menuju ekonomi rendah karbon. Namun, hal ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Peran dunia usaha, masyarakat, dan lembaga keuangan sangat penting dalam mewujudkan hal tersebut.
Penerapan strategi ESG yang konsisten akan mempercepat pencapaian target pengurangan emisi karbon dan membuka peluang ekonomi baru yang lebih berkelanjutan. Dari investasi energi terbarukan hingga perubahan perilaku konsumsi, setiap langkah kecil akan membawa dampak besar bagi masa depan.
Kini saatnya bagi setiap pemangku kepentingan — dari korporasi besar hingga pelaku UMKM — untuk mengambil bagian dalam membangun Indonesia yang lebih bersih, hijau, dan tahan terhadap krisis iklim.
📞 Konsultasi lebih lanjut:
📱 0811-1185-6060
📧 info@gosustain.id
🌐 www.gosustain.id
PT GLOBAL SUSTAINABILITY & DIGITAL CONSULTING
GOSUSTAIN
Copyright © 2025. All rights reserved.